Pajak penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan,
perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional,
atau regresif.
Pada akhir maret 2010
jumlah wajib pajak di Indonesia mencapai sekitar 16
juta.
Sejarah
Pengenaan pajak langsung sebagai
cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama
tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Pengenaan pajak pajak penghasilan
secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru
dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799.
Di Amerika Serikat,
pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New
Plymouth pada tahun 1643, di mana dasar pengenaan pajak
adalah " a person's faculty, personal faculties and abilitites",
Pada tahun 1646 di Massachusetts
dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Tersonal
faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan
atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada
pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika
Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah
beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986.
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an
berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut telah
dipergunakan sampai dengan tahun 1962.
Pajak
penghasilan di Indonesia
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan
di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax
(huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang
dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat
berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908
terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia
dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang
hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty".
Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882
hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang
pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak
Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa,
dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan
pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari
barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan
pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran
berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria
tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun
unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan
diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada
tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920
1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun
orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas
pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas
sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan
makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti
perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun 1925
ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie
op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba
perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah
mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara
Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932
dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO
dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8
tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke
dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak
(tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat
diadakannya reformasi
pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya
Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di
Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan
1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie
op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932,
No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas
pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan
penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya
di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas
sumber dan asas
domisili.
Dengan makin banyak
perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak
terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935
ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban
kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada
zaman Perang Dunia II
diberlakukan Oorlogsbelasting
(Pajak perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti
dengan nama Overgangsbelasting
(Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak
Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan
sendiri disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali
mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU
No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak
Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan
1925, yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan MPS". Perubahan lainnya
adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31
Desember 1983, yakni dengan diadakannya reformasi
pajak di Indonesia.
Ketentuan
Subyek
pajak
Menurut Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai
berikut:
- Subyek pajak pribadi
yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
- Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan
belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan
pajak.
- Subyek pajak badan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
- pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
- pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara; dan
- Bentuk usaha tetap
yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Bukan subyek pajak penghasilan
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 200 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek
pajak sebagai berikut:
- Badan perwakilan negara asing.
- Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat
- pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka
dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
- Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan
menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut
dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
- Pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara
indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Obyek
pajak
Objek
pajak penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Undang-undang Pajak Penghasilan
Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang
luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak darimanapun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib
pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam
Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu,
tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai
kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang
diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Dilihat dari penggunaannya,
penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak.
Karena Undang-undang PPh menganut
pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar
pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun
Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi
Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun
demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang
bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut
tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Kronologi
perubahan undang-undang
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50.
Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh
- Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1991
- Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994
- Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000
- Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008
Mulai Juli
2003
sampai Desember 2004,
pemerintah menerapkan sistem pajak yang ditanggung pemerintah yang diatur
dalam s:Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali dalam:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004,
berlaku untuk tahun pajak 2005
(sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun pajak 2006.
- jika anda ingin mendapatakan
0 komentar:
Posting Komentar