PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN (PBB)
1. Latar Belakang
Beberapa landasan pemikiran yang melatar belakangi
lahirnya Undang-Undang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah sebagai berikut :
1.1 Adanya peraturan pajak atas
tanah yang tumpah tindih.
Beberapa
peraturan yang dilaksanakan untuk instansi pusat maupun daerah seperti :
a.
Ordonansi Pajak Rumah Tangga
b.
Ordonansi Verponding Indonesia 1923
c.
Ordonansi Verponding 1928
d.
Ordonansi Pajak Kekayaan 1932
e.
Ordonansi Pajak Jalan 1942
1.2. Amanat dalam Garis-garis besar
Haluan Negara (GBHN)
Mengisyaratkan
bahwa diperlukan adanya pembaruan sistem perpajakan guna meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat
untuk membiayai pembangunan yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri,
karena semakin meningkatnya penerimaan
yang bersumber dari dalam negeri akan semakin meningkat pula kemandirian
dalam pembiayaan pelaksanaan pembangunan.
1.3. Manfaat Bumi dan Bangunan
Bumi
dan Bangunan tidak dapat disangkal lagi telah memberikan keuntungan dan atau
kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik
bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat
daripadanya, oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan
sebagian manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara berupa
pembayaran pajak.
Dengan adanya beberapa
pemikiran diatas, maka wajar apabila peraturan atau ordonansi yang tumpang
tindih harus dicabut dan diganti dengan undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan.
Subyek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata:
·
mempunyai suatu hak atas bumi,
dan / atau;
·
memperoleh manfaat atas bumi,
dan / atau;
·
memiliki, menguasai atas
bangunan, dan / atau;
·
memperoleh manfaat atas bangunan.
Subyek pajak sebagaimana dimaksud diatas yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut undang-undang
Obyek
Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan
Obyek PBB adalah “Bumi dan/ atau bangunan”:
Bumi: Permukaan bumi (tanah dan
perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, Contoh: sawah, ladang, kebun,
tanah pekarangan, tambang, dll.
Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/ atau
perairan di wilayah Republik Indonesia,
Contoh: rumah
tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung anjungan minyak lepas pantai, dll
Obyek Pajak
PBB yang dikecualikan
Obyek yang dikecualikan adalah :
1. Digunakan semata –mata untuk
melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan
nasional yang tidak di maksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti; masjid,
rumah sakit, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan,
3.
Digunakan sebagai tempat
penyimpanan peninggalan purbakala.
4.
Merupakan hutan lindung, suaka
alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.
5.
Dimiliki oleh Perwakilan
Diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan Organisasi Internasional yang
ditentuikan oleh Menteri Keuangan.
Cara Menghitung dan Menetapkan PBB
A. Tarif Pajak
Tarif
pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% dan jenis tarif ini
disebut sebagai Tarif tunggal yang berlaku terhadap obyek pajak jenis apapun di
seluruh wilayah Indonesi.
B. Dasar Pengenaan PBB :
- Adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Adalah
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar,
dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau niali perolehan baru
atau nilai objek pajak pengganti.
- Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3 tahun sekali, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun dengan perkembangan daerahnya.
- Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak.
- Besarnyapersentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Penentuan NJOP
Di dalam penentuan NJOP
PBB oleh dirjen pajak Cq Kp PBB ditentukan 3 metode penilaian atau pendekatan
penilaian , antara lain :
- Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
- Pendekatan Biaya (Cos Approach)
- Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Untuk Cara Penilaian menggunakan 2 cara,yakni :
- Penilaian Massal (Mass Appraisal)
- Penilaian Individual (Individual Appraisal)
C.
Dasar Perhitungan PBB
Dasar Perhitungan yang
digunakan untuk menghitung pajak terhutang adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak
(Peraturan Pemerintah. Besarnya persentase NJKP yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Berdasar PP No. 74 tahun
1998 ketentuan mengenai NJKP untuk perhitungan Pajak Bumi
dan Bangunan ditetapkan sebesar 20% atay 40% dari Nilai Jual Objek Pajak.
NILAI
JUAL KENA PAJAK = 20% atau 40% x Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP)
Ketentuan mengenai NJKP
berdasarkan PP 74 tahun 1998 :
NJKP pada umumnya
ditetapkan 20% dari Nilai jual obyek pajak, kecuali untuk obyek-obyek di bawah
ini ditetapkan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak :
-
Perumahan dengan NJOP sama atau
lebih besar dari Rp. 1 Milyar, kecuali yang dimiliki atau dikuasai oleh PNS,
ABRI, dan para pensiunan termasuk janda dan duda.
-
Perkebunan dengan luas sama atau
lebih besar dari 25 hektar yang dimiliki, dikuasai, atau dikelola oleh Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Swasta
-
Perhutanan termasuk areal blok
tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemegang Hak Penguasaan hutan,
pemegang Hak pemungutan Hasil Hutan dan pemegang izin pemanfaatan kayu.
PP No. 46 tahun 2000 memperbarui PP 74 tahun 1998
Besarya NJKP sebagai
dasar perhitungan kena pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
ayat (3) Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 ditetapkan untuk :
- Obyek Pajak Perkebunan sebesar 40% dari Nilai Jual Ojek pajak.
- Objek Pajak kehutanan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek pajak
- Objek Pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek pajak.
- Objek pajak lainnya :
Sebesar 40% dari Nilai
Jual Objek Pajak apabila nilai jual Objek pajaknya Rp. 1.000.000.000,- (satu
Milyar) atau lebih.
Sebesar 20% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila nilai jual
Objek pajaknya kurang dari Rp. 1.000.000.000,-
PP 25 Tahun 2002 Memperbarui PP 46 tahun 2000 . berisi
ketentuan sebagai berikut :
- Obyek Pajak Perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40% dari Nilai Jual Ojek pajak.
- Obyek Pajak lainnya :
Sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila NJOP nya Rp. 1.000.000.000,- (satu Milyar) atau lebih.
Sebesar 20% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila NJOP nya
kurang dari Rp. 1.000.000.000,-
D. Cara Menghitung Pajak.
Unsur-unsur yang harus
diketahui agar dapat menghitung Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut
:
a. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yakni NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
b. Nilai jual Kena Pajak (NJKP) yakni 20% atau 40% dari NJOP
c. Tarif Tunggal : 0,5%
d. NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) yakni ditetapkan secara
regional paling tinggi sebesar Rp. 12.000.000,-
Sehingga sesuai Pasal 7 Undang-Undang No. 12 tahun
1985 rumus untuk menghitung Pajak Bumi Bangunan Terhutang :
Pajak
Bumi Bangunan Terhutang = Tarif Pajak x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Sebelum dikalikan dengan Tarif NJOP harus
dikurangkan dengan NJOPTKP. Ketentuan menyangkut NJOPTKP (Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Paja adalah sebagai berikut :
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
ditetapkan secara regional sebesar Rp. 12.000.000,- yang diberikan dengan
ketentuan :
-
Untuk setiap wajib pajak hanya
diberikan satu NJOPTKP terhadap satu objek yang dimiliki atau disewa/atau
dipakai.
-
Diberikan untuk bumi dan/atau
bangunan
-
Jika wajib pajak memiliki
beberapa objek pajak yang diberikan NJOPTKP hanya salaah satu objek yang
memiliki nialai jual objek pajak terttinggi.
Rumus
Perhitungan PBB
PBB Terhutang = Tarif x NJKP
= 0,5% x 20% atau 40%
x NJOP, sehingga dari rumus asal ini dapat
dijabarkan menjadi :
= 0,5% x 20% x (NJOP
– NJOPTKP)
= 0,5% x 20% x NJOP
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 40% x NJOP
Catatan :
NJOP= NJOP Bumi + NJOP Bangunan
NJOPTKP = ditetapkan
secara regional paling tinggi Rp. 12.000.000,-
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
Subyek Pajak
Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/
atau bangunan. Subyek Pajak sebagaimana tersebut di atas yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Obyek Pajak
Yang menjadi Obyek Pajak
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan
bangunan meliputi:
1. Pemindahan hak karena:
- jual beli;
- tukar-menukar;
- hibah;
- hibah wasiat;
- pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
- penunjukan pembeli dalam lelang;
- pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
- hadiah.
2. Pemberian hak baru karena:
a. kelanjutan dari pelepasan hak;
b. di luar pelepasan hak;
c. hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak
bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
Obyek Pajak yang Tidak
Dikenakan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) adalah :
1. Perwakilan diplomatik,
konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;
2. Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
3.
Badan atau perwakilan
organisasai internasional yang ditetapkan oleh Menteri;
4.
Orang pribadi atau badan karena
konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. Karena wakaf;
6. Karena warisan;
7. Digunakan untuk kepentingan
ibadah.
Subyek Pajak
Adalah
orang pribadi atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan. Subyek pajak yang dikenakan kewajiban menjadi Wajib Pajak menurut UU.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar
pengenaan pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak)
NPOP
untuk berbagai jenis perolehan objek pajak ditentukan sebagai berikut :
a. Jual Beli adalah Harga Transaksi
b. Tukar Menukar adalah Nilai pasar
c. Hibah adalah Nilai Pasar
d.
Hibah wasiat adalah Nilai Pasar.
e.
Waris adalah Nilai Pasar.
f.
Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar.
g.
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai
Pasar.
Apabila NPOP tidak diketahui atau
lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam
pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB
Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas
obyek pajak adalah tarif tunggal sebesar 5 %.
NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam
hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad
ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-
Cara Perhitungan Pajak
Besarnya Pajak terhutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak 5% dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena
Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPTKP adalah NPOP – NPOPTKP apabila NPOP lebih rendah
dari NJOP PBB tahun terjadinnya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka
dasar pajanya adalah NJOP PBB.
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP)
x Tarif
BPHTB = NPOPKP x Tarif
Atau
Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :
BPHTB = (NJOP – NPOPTKP)
x Tarif
BPHTB = NPOPKP
x Tarif
Peraturan Pelaksanaan tentang tata cara Pengenaan BPHTB :
1. PP RI No. 111 tahun 2000 tentang pengenaan
BPHTB karena waris dan Hibah wasiat, bahwa ;
- BPHTB yang terhutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang.
- Saat terhutangnya pajak sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor pertanian Kabupaten/Kota.
- Peraturan pemerintah No. 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak pengelolaan, bahwa :
- Penerima Hak pengelolaan oleh departemen, lembaga departemen, lembaga Pemerinta, Non departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kab/Kota, lembaga pemerintah lainnya, Perum perumnas ditetapkan sebesar 0%.
- Penerima Hak pengelolaan selain yang disebutkan diatas ditetapkan sebesar 50%.
- PP RI No. 113 tahun 2000 tentang penentuan besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :
- NPOP TKP ditetapkan secara regonal paling banyak Rp. 60.000.000,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibab wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibab wasiat, termasuk suami, istri, ditetapkan secara regional paling banyak Rp.300.000.000,-
- Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh mentri keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempehatikan usulan pemerintah Daerah. NPOP TKP tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional.
Contoh
Latihan Soal Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan :
1.
Tuan Bonco seorang mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada
tahun 2007 hanya memiliki sebuah objek pajak berupa bumi di kawasan
Soekarno-Hatta, Malang dan diketahui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi
tersebut sebesar Rp. 10.000.000. Berapakah Besar PBB yang terhutang pada tahun
2007 milik Tuan Bonco !
Jawab :
Karena besarnya NJOP kurang dari
Rp. 12.000.000,- maka objek pajak tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
2.
Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah
rumah pada tahun 2007, objek pertama terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek
kedua terletak di desa Bendo, Blitar. Diketahui
bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan
sebesar Rp. 7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp.
9.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 6.000.000,-
Hitung PBB terhutang
tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !
Jawab:
PBB Terhutang
= Tarif (0,5%) x NJKP
NJKP = NJOP – NJOPTKP
Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan
NJOP Di desa Wlingi
NJOP Bumi =
Rp. 8.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp.
7.500.000,-
Total Rp. 15.500.000,- Merupakan NJOP terbesar
NJOP di desa Bendo
NJOP Bumi
= Rp. 9.000.000,-
NJOP Bangunan =
Rp. 6.000.000,-
Total Rp. 15.000.000,-
Desa Wlingi :
NJOP Bumi
= Rp. 8.000.000,-
NJOP Bangunan =
Rp. 7.500.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.500.000,- (NJOP
Terbesar)
NJOPTK
Rp.
12.000.000 –
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp. 3.500.000,-
Desa Bendo :
NJOP Bumi =
Rp. 9.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.000.000,-
NJOPTK Rp. 0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp.
15.000.000,-
PBB Terhutang = Tarif x NJKP
= 0,5% x 20% x Rp.
18.500.000,-
= Rp. 18.500
3.
Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2
buah rumah yang terletak di Blitar. Objek pertama terletak di jalan semeru dan
objek kedua terletak di jalan raya rinjani. Diketahui objek pertama NJOP bumi
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5 M)
sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1
M) dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB
terhutang Tuan Poneng atas kedua objek tersebut.
Jawab :
NJOP terbesar adalah terletak
pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :
NJOP Bumi =
Rp. 1. 000.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 4.500.000.000,-
+
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB =
Rp. 5.500.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 12.000.000,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp.
5.488.000.000,-
Jl. Semeru :
NJOP Bumi =
Rp. 1.000.000.000,-
NJOP bangunan = Rp. 3.500.000.000,- +
NJOP sbg
dasar
Pengenaan PBB
= Rp. 4.500.000.000,-
NJOPTKP =
Rp. 0,- (-)
NJOP
utk
Perhitungan
PBB =
Rp. 4.500.000.000,-
NJOP =
NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp. 5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,- =
Rp.9.988.000.000.
PBB
Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x
(NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 40% x
9.988.000.000.
= Rp. 19.970.000,-
4.
Tuan Boni seorang pegawai negeri yang memiliki 2 buah
rumah pada suatu Kawasan Real Estate bernama Pondok Indah. Objek pertama
terletak di Pondok Indah Estate dengan NJOP sebesar Rp. 28.000.000,- dan NJOP
Bangunan sebesar Rp. 23.500.000,- Untuk Objek kedua terletak di Puncak Dieng
dengan NJOP Bumi sebesar Rp. 31,000,000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp.
10.000.000,-. Hitunglah PBB terhutang pada tahun 2007 dari Tuan Boni !
Jawab :
Rumah di kawasan Pondok Indah :
NJOP Bumi
= Rp. 28.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 23.500.000,-
Total NJOP
= Rp. 41. 500.000
Rumah di kawasan Puncak Dieng :
NJOP Bumi = Rp, 31.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp, 10.000.000,-
Total NJOP = Rp. 41.000.000,-
NJOP terbesar terletak Pada Rumah Di
kawasan Pondok Indah.
NJOP Bumi = Rp. 28.000.000,-
NJOP Bangunan
= Rp. 23.500.000,-
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB = Rp. 41. 500.000,-
NJOPTKP = Rp 12. 000.000,- (-)
NJOP utk
Perhitungan
PBB Rp 29.500.000,-.
Kemudian untuk Pondok Dieng Estate :
NJOP Bumi = Rp.
31.000.000,-
NJOP
Bangunan = Rp. 10.000.000,-
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB =
Rp. 41.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan
PBB Rp. 41.000.000,-
PBB
Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,15% x
20% x Rp. 70.500.000,-
= Rp. 70,500,-
Contoh Latihan Soal Biaya Perolehan atas
Tanah Dan Bangunan (BPHTB)
1. Wajib Pajak A membeli
sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada tahun
terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi
tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan
hak Tersebut !
Jawab :
NPOP = Rp. 100.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 60.000.000,-
NPOPKP = Rp. 40.000.000,-
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP)
x Tarif
BPHTB = NPOPKP x Tarif
BPHTB Terhutang = (100.000.000 – 60.000.000) x 5%
= Rp. 40.000.000 x 5%
= Rp. 2.000.000,-
2. Seorang anak memperoleh
warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,- NJOP yang tercantum
dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,- Berapa Besarnya BPHTBnya ?
Jawab :
NPOP = Rp. 800.000.000,-
NPOP TKP = Rp. 300.000.000,-
NPOP KP = Rp. 500.000.000,-
BPHTB yang seharusnya terhutang =
5% x Rp. 500.000.000 = Rp. 25.000.000,-
BPHTB Terhutang = 50% x Rp.
25.000.000,- = Rp. 12.500.000,-
3. Budi menerima hibah
wasiat dari ayak kandungnya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar Rp.
500.000.000,-, SPPT NJOP-nya Rp. 450.000.000 Apabila NPOPTKP ditetapkan Rp.
300.000.000, maka BPHTBnya adalah :
Jawab :
NPOP = Rp. 500.000.000,-
NPOPTKP = RP. 300.000.000,-
NPOPKP = Rp. 200.000.000,-
BPHTB yang seharusnya terhutang =
5% x Rp. 200.000.000 = Rp. 10.000.000,-
BPHTB Terhutang = 50% x Rp.
10.000.000 = Rp. 5.000.000,-
4. Suatu
Yayasan Panti Asuhan Anak yatim memperoleh hibah wasiat sebidang
Tanah dan Bangunan dengan nilai
pasar Rp. 1.000.000.000,00. SPPT dengan NJOP Rp. 900.000.000. Apabila NPOP TKP
Rp. 300.000.000, maka BPHTB adalah :
Jawab :
NPOP = Rp. 1.000.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-
NPOPKP = Rp. 700.000.000,-
BPHTB seharusnya terhutang = 5% x
Rp. 700.000.000,- = Rp. 35.000.000,-
BPHTB yang terhutang = 50% x Rp. 35.000.000,-
= Rp. 17.500.000,-
5. PERUM perumnas memperoleh
hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP RP. 1.000.000,-. BPHTB
adalah :
Jawab :
NPOP = Rp. 1.000.000.000,-
NPOPTKP = 60.000.000,-
NPOPKP = Rp. 940.000.000,-
BPHTB Terhutang = 5% x Rp.
940.000.000,- = Rp. 47.000.000,-
septlian al ansor
mau tanya ni,
BalasHapuskalau pedagang makanan kayak bakso itu di itung pajaknya badan bukan?
kalau pedagang bakso kagak di itung badan :)
BalasHapus